Bangunin, ya?

Setelah postingan pas ngisi acara di Lion Hotel kemaren, ternyata ada beberapa temen komunitas yang protes karena namanya nggak ikut disebutin disitu. Salah satunya adalah ketua Stand Up Comedy Manado, Aldy.

Sesaat setelah dia sampai di Coffe Island, tempat dimana kita Open Mic mingguan, dia langsung menghampiri gue sambil manyun.

“Devaaa. Nggak asik, ah. Nama gue nggak ada di postingan lo kemaren.”
“Lah, siapa suruh nggak ngobrol banyak sama gue waktu itu.”
“Ih ada tau. Lo nggak inget percakapan kita pas abis dari lobby?”

Gue diem sebentar sambil mengingat-ngingat sesuatu. Lalu terfikirlah obrolan malam itu. Salah sangka yang cukup kampret.

Jadi ceritanya, setelah briffing di lobby hotel, kita semua jalan ke kamar masing-masing. Kebetulan, sebelum gue dan Teteh Ircha masuk, Aldy memanggil gue dan berkata dengan tampang seriusnya.

“Dev. Bangunin gue pas adzan subuh, ya.”

Gue tersenyum dan mikir. Gilak. Keajaiban dunia mungkin akan bertambah karena seorang Aldy bisa insyaf.

“Alhamdulillah. Mau subuhan ya?” tanya gue, masih tersenyum.

Aldy yang berjalan di belakang kemudian mendahului langkah gue dan berkata dengan polos,

“Nggak, sih. Jam segitu gue biasanya laper. Jadi mau makan.”

“Bangsiaaattt..”

---

Setelah semua urusan di Lion Hotel selesai, kita semua yang emang udah dari beberapa minggu sebelumnya janjian untuk nonton bareng, akhirnya bersama-sama menuju Manado Town Square.

Semuanya terlihat antusias. Penonton yang lain juga. Terbukti dari hampir penuhnya kursi teater ketika kita hendak memesan tiket.   

Judul film nggak menentukan status, yes~

            

Sambil menunggu, sebagian dari kita keluar sebentar untuk nyari  makan. Sementara gue, Putra, dan Kak Ryan, selonjoran di koridor dan ngobrol santai. Sesekali mereka ngeluh laper dan haus, tapi nggak ada yang sudi ngeluarin duit buat beli cemilan di bioskop. Ini membuat gue rada prihatin. Jangan sampai mereka melakukan hal-hal aneh. Misalnya, tiba-tiba naroh kaleng di depan kakinya sambil ngomong,

“Pak.. Bagi sejutanya Pak.. Buat beli Popcorn sama Mbak yang jaganya sekalian, Pak..”

Serem.

Menghindari hal tragis tersebut, gue pun memutuskan untuk membeli Popcorn dan Softdrink. Lagi asik-asiknya nyuapin si kuning gurih ke mulut, mereka yang udah nungguin gue di depan pintu teater langsung autofocus ke sesuatu yang sedang gue pegang.

Dengan semangat 45, mereka berhamburan menghampiri sambil sok-sok nawarin jasa buat bawain makanannya. Nggak hanya itu, bahkan ketika masuk teater dan memilih kursi, gue sempet ditarik-tarik karena semuanya pengen duduk bersebelahan dengan cemilan tersebut. Kampret emang.

Dan untuk alasan keamanan, juga menghindari tawuran dalam bioskop, gue dengan sigap mengambil tempat di tengah-tengah kursi yang dipilih supaya adil. Bener aja, nggak nyampe lima menit, cemilan tersebut raib dari tangan. Softdrink juga tinggal es batunya doang.

Tak perlu menunggu lama, film pun dimulai. Semuanya menikmati sambil ketawa nggak karuan. Suasana di dalam teater mendadak malah kayak pertandingan Persib-Persija, bukan film Single lagi. Rame!

Namun mata ini berkata lain.

Karena dijejelin aktifitas yang memaksa untuk melek terus selama seminggu belakangan, alhasil gue ketiduran begitu saja. Suwer, gue nggak sadar lagi sama jalan ceritanya. Yang gue ingat adalah, sesekali gue dibangunin sama anak-anak sambil diledekin karena kemaren gue yang paling bersemangat untuk nonton ini rame-rame. Well, sampai filmnya selesai dan kita bubar barisan, gue tetep seneng dan menikmati nonton masal tersebut.

Toh, kadang yang bikin nyaman bukan filmnya, tapi dengan siapa kamu nonton.

Kiw~