Astaga, Gue?!

Gue masih nggak ngerti sama pemikiran para mahasiswa baru di fakultas gue.

Bermula dari dua hari yang lalu, ketika acara Studi Dasar Islam berlangsung. Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan di kampus gue. Yang Muslim ikut SDI, yang Kristen ikut Bibble Camp, Budha dan Hindu gue lupa apa namanya. Selama kegiatan dilaknsanakan, mereka akan menginap selama tiga hari dua malam di Balai Diklat kota Manado.

Hari pertama adalah jum’at kemarin. Selesai kuliah, kita semua berkumpul di fakultas untuk mengumpulkan para maba tersebut. Gue, selaku seksi acara, dipilih untuk menjadi MC di pembukaan kegiatan. Selama jadi MC dan Presenter di beberapa acara, baru kali ini gue ngerasa agak grogi, karena ada beberapa petinggi kampus yang datang.

Hari pertama berjalan dengan baik. Memasuki hari kedua, gue ke balai diklat sekitar pukul tujuh malam. Yang seru dari kegiatan ini adalah di malam kedua, akan ada namanya “Selayang Pandang”, dimana para maba akan didudukkan di kursi panas yang dikelilingi oleh para senior dari berbagai angkatan. Mulai dari yang ‘baru jadi senior’ hingga yang kadaluarsa.

Kursi panas yang dimaksudkan adalah posisinya yang berada di tengah ruangan. Para maba akan dipanggil namanya satu persatu kemudian disuruh memperkenalkan diri. Tidak hanya itu, mereka juga wajib menjawab pertanyaan dari senior atau sekedar diledekin abis-abisan. Nggak jarang ada maba yang nangis saking grogi dan stresnya dikerjain di momen ini.

Setelah berhasil melewati hari kedua yang (mungkin) menjadi mimpi buruk bagi para maba tersebut, tibalah pada hari yang ditunggu-tunggu, hari terakhir pelaksanaan SDI. Pentas seni merupakan momen yang mereka senangi. Dimulai dari pukul sepuluh pagi hingga tiga sore. Yang dipentaskan ada bermacam-macam. Mulai dari drama musical, stand up comedy, acoustic, dan masih banyak lagi.

Namun dari semua itu, puncak kegiatan dimeriahkan oleh ajang pemilihan kakak “Ter”. Para maba diberikan selembar kertas dan harus menuliskan nama-nama senior yang menjadi favorit mereka. Nominasinya adalah sebagai berikut:

1.       Kakak ter-alay.

2.       Kakak ter-antagonis.

3.       Kakak terkeren.

4.       Kakak terganteng.

5.       Kakak tercantik.

6.       Kakak terbaik.

Setelah kertas dikumpulkan, perhitungan suara pun dilakukan. Gue duduk santai di sofa aula sambil menikmati musik akustik yang sedang dibawakan teman-teman seangkatan. Karena terlalu capek, gue sedikit ketiduran ketika perhitungan suara berlangsung. Begitu pengumuman, sang MC memanggil melalui mic.

“Dan kakak tercantik jatuh pada…… Kak Deva!”

Gue bengong sebentar. Buset. Ini seriusan?

Masih dengan tampang percaya nggak percaya, nama-nama yang terpilih disuruh maju ke depan dan harus menyampaikan sepatah dua patah kata.

Tiba giliran gue, dengan otak yang (masih) bingung mau ngomong apa kemudian mengambil mic lalu menatap para audience.

“Ehm. Halo.”
“Halo Kak Devaaaa.” Jawab mereka serentak.
“Sebelumnya gue ucapin terima kasih buat kalian semua yang mungkin khilaf udah milih gue sebagai kakak tercantik. Gue nggak tahu semalem abis mimpi apaan—“

Belum selesai gue ngomong, ada salah satu audience yang teriak,

“Kak Deva emang gak mimpi apa-apa, tapi kita yang mimpiin Kak Deva.” Yang kemudian dilanjutkan dengan Cie yang teramat dalam oleh mereka.

Sumpah gue malu abis berdiri di depan sambil digituin. Disatu sisi gue seneng, sih. Ternyata mereka emang adik-adik yang jujur. Muahahaha.

Buat kalian yang lagi baca ini dan pengen muntah, silahkan. Tapi itu semua emang bener kejadiannya. Sampe sekarang gue juga masih gak nyangka.

Entahlah, mungkin mata mereka make riben.

Baca Juga Yang ini:

• Dari 'Labil'er, Kepada Another Blogger. Gue suka kebingungan mencari kalimat untuk memulai tulisan di blog. Sampai akhirnya gue sadar kalo kalimat barusan sudah menjadi awalannya. Ciee ke… Read more »