Kadang Hidup Perlu Ditertawakan

Kita sempurna, mungkin sebaliknya. Mungkin kita takkan pernah menyesal.
Kita bisa sedih, mungkin bahagia, mungkin kita satu slama-lamanya.
Maybe, we should try.

Pembuka diatas adalah kutipan lagunya The Overtunes-Mungkin, yang juga jadi soundtrack film NGENEST-nya Ernest Prakarsa. Empat kali gue nonton film ini, empat kali juga perasaan gue dibikin naik turun kayak di kora-kora. Baperin banget!

Pecah!

Kisah Ernest dan Meira disini mungkin merupakan konflik yang jarang terjadi dalam suatu hubungan. Awalnya kita dibikin ngakak nggak karuan. Setelah masuk di pertengahan, ketika mulai ada masalah-masalah, mendadak seisi teater bungkam. Hati berasa dicolek-colek pake tusuk gigi. Kesel, sedih, marah, baper. Bahkan dikali keempat gue nonton, gue masih aja mewek sama setiap scene antara Ernest dan Meira.

Ernest

Ngomongin tokoh utama, sejak kecil dia sering diledekin karena punya penampilan yang berbeda dari teman-temannya. Yak, mata minimalis, alias sipit. Karater Ernest disini kocak, asik, nggak tahu maunya apa, dan demen banget meluk sahabat satu-satunya, Patrick.

Meira

Cewek yang sukses bikin  Ernest melek dan ngebatalin niatannya buat ngundurin diri di tempat kursus Mandarin. Meira ini manis, suaranya istri-able, perhatian, dan sesekali kocak juga kayak Ernest. Dia nggak neko-neko. Pernah suatu waktu Ernest dan Meira lagi di mobil dan tiba-tiba penyiar di radio ngomongin soal pedekate. Meira nggak nyaman dan langsung nyeletuk,

“Pe-de-ka-te. Pendekatan. Apaan sih. Kalau pacaran ya pacaran aja. Nggak usah pake pedekate segala.”
“Hah?!”
“Iya. Ngapain coba. Yang pasti-pasti aja. Kalo nggak cocok kan tinggal putus. Lo maunya apa?”
“Ya… Jadian.”
“Yaudah kalo gitu jadian.”
“……”
“Gue agak agresif ya?”
“Nggak. Nggak agak agresif. Tapi Agresif banget. Hahaha. Gue cuma heran aja. Kayaknya ini adalah proses jadian teraneh di sepanjang peradaban manusia modern.”

Mereka berdua ketawa. Sampai ketika Ernest ngeledekin selera musik Meira.

“Lagian ini lagu apaan, sih, nggak jelas.”
“Ya kalo nggak suka turun aja, Pak.”
“Becanda.. Becandaa... Masa tega nurunin pacar sendiri.”

Ernest dan Meira lihat-lihatan, tersenyum lebar, lalu ngomong,

“CIEEEEEE!!!”

Secara bersamaan.

Bagi yang udah nonton trailernya, mungkin udah tahu kalau Ernest emang nyari jodoh pribumi biar bisa memperbaiki keturunan. Ini dilakukan untuk menghindari pem-bully-an yang sudah turun temurun terjadi di kalangan orang sipit. Setelah berhasil menikahi Meira, Ernest malah timbul keraguan baru. Yak. Takut anaknya nanti malah mirip dia, bermata minimalis. Disaat yang sama pula, Meira udah ngebet pengen punya anak. Preasure yang datang dari berbagai sudut membuat Ernest stress.

Jujur, ada beberapa scene nggak terduga yang bikin penonton (apalagi cewek-cewek) mendadak nangis karena ngerasa lagi di posisinya Meira. Salah satunya adalah ketika Meira ninggalin Ernest di jalan dan memilih pulang sendiri karena pertengkaran yang itu-itu aja. Ernest belum siap punya anak.

Selain mereka berdua, tokoh lainnya juga ada Patrick, sahabat Ernest yang nemenin dia dari pas masuk SD. Patrick jugalah yang sering jagain Ernest kalau diledekin. Mereka punya tempat rahasia berdua di salah satu rooftop bangunan lama, hasil nemu ketika lari dari tukang palak. Patrick pula-lah yang ngajarin satu teori sederhana pada Ernest ketika dia sempat ragu memulai sesuatu dengan Meira.

Filosofi Tokai.
Berawal dari keikhlasan, biarkan mengalir, mengambang, mengikuti arus. Let it flow~

Selebihnya, nonton langsung aja, deh. Sumpah filmnya seru dan nggak ngebosenin. Banyak pelajaran untuk hubungan yang diambil dari konflik-konflik yang dijejelin di film ini. Pokoknya, film terbaper sepanjang 2015 versi On The-Va adalah... NGENEST!

(Yang mau liet beberapa adegannya juga ada di videoclip The Overtunes - Mungkin)

Kadang hidup perlu ditertawakan.